CIANJURUPDATE.COM – Kemunculan pasar hewan bayangan di wilayah Sukanagara menimbulkan polemik dan kekhawatiran di kalangan pedagang Pasar Hewan Cikaret, Kabupaten Cianjur.
Para pedagang menilai pasar tersebut telah memutus mata rantai distribusi hewan ternak, khususnya kambing dan domba, serta menyebabkan penurunan pendapatan karena sepinya transaksi di pasar induk.
Pasar hewan bayangan yang disebut-sebut telah beroperasi sekitar dua pekan ini, disebut belum mengantongi izin resmi dan belum melalui mekanisme serta koordinasi dengan Dinas terkait.
BACA JUGA: Pedagang Pasar Hewan Cikaret Resah Usai Ramai Wacana Munculnya Pasar Sukanagara
Perwakilan dari Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian (Diskumdagin) Cianjur, Supri, membenarkan bahwa awalnya dinas tidak mengetahui keberadaan pasar tersebut karena belum ada laporan resmi dari kepala pasar setempat.
“Masalah pasar di Sukanagara itu memang awalnya dinas belum tahu. Kepala pasar juga belum ada laporan. Baru setelah ramai, muncul surat usulan dari Bumdes,” jelas Supri, kepada wartawan pada Kamis (7/8/25).
Ia menambahkan bahwa saat ini dinas masih melakukan kajian terhadap usulan tersebut. Pihaknya juga telah mengonfirmasi dan mengomunikasikan hal tersebut kepada kepala pasar dan pihak Bumdes, guna meminta penjelasan secara langsung.
BACA JUGA: Pemkab Cianjur Operasi Pasar Murah di Pacet Cipanas Jelang Hari Raya
“Rencana Bumdes itu masih kami pelajari. Mereka memohon meminjam lokasi yang sebenarnya merupakan milik Pemda, bukan milik Bumdes. Jadi belum bisa diputuskan. Prosesnya panjang dan harus melalui prosedur yang sesuai,” tambah Supri.
Menurutnya, karena belum mengantongi izin, pasar hewan bayangan tersebut bisa disebut ilegal, karena belum melalui mekanisme koordinasi dan persetujuan resmi.
BACA JUGA: Pasar Hewan di Malang Ditutup Pemerintah, Warga Protes Akan Kebijakan Tersebut
Sementara itu, Kepala UPTD Pasar Cikalong, Muraad Fadhillah, mengatakan bahwa keberadaan pasar bayangan baik di Sukanagara maupun Cikalong berdampak besar terhadap Pasar Hewan Cikaret, terutama dari sisi pendapatan retribusi dan keramaian pengunjung.
“Banyak pedagang yang mengeluh karena penurunan jumlah pembeli. Informasi di lapangan menyebutkan, sebagian pedagang yang membuka lapak di Sukanagara dan Cikalong justru merupakan pedagang dari Cikaret juga,” ungkap Murrad.
Ia mengaku khawatir hal ini akan menimbulkan gesekan di antara sesama pedagang, karena potensi konflik akibat persaingan lokasi berdagang yang tidak terkoordinasi dengan baik.
BACA JUGA: Jelang Idul Adha, Harga Cabai di Pasar Cipanas Melonjak, Tembus Rp 85 Ribu Perkilo
“Ke depan, UPTD akan berupaya menjadi jembatan antara pedagang. Harapannya, pasar tetap berada di satu titik yang jelas dan legal. Namun segala sesuatunya tentu harus dilakukan sesuai prosedur dan kewenangan yang berlaku,” ujarnya.
Mengenai retribusi, Murrad mengatakan belum ada data pasti, namun ia meyakini jika pasar tersebut benar berjalan, maka ada potensi retribusi yang tidak tercatat di pasar resmi.***
Editor: Dadan Suherman