CIANJURUPDATE.COM – Gelombang penolakan terhadap rencana proyek Geothermal di kawasan Gunung Gede Pangrango terus membesar. Setelah aksi massa turun ke jalan pada Rabu (10/12/2025), protes keras membanjiri laman media sosial Cianjur Update dengan sorotan utama pada potensi kerusakan ekosistem dan bencana alam (15/12).
Pantauan di kolom komentar media sosial Cianjur Update, publik menilai proyek ini berisiko tinggi memicu bencana alam. Akun fedi.spot, misalnya, memberikan analisis mengenai topografi wilayah yang rentan.
Ia menuliskan kekhawatiran bahwa jika kawasan resapan air rusak, dampaknya akan fatal bagi permukiman di bawahnya.
Baca Juga: Geruduk Pendopo Cianjur, Ribuan Masa Tagih Janji Bupati Tolak Geothermal Tanpa Kompromi
“Mengingat perkampungan rata-rata lokasinya di kaki gunung dan tepi jurang atau di cekungan yang mana tempat segalanya berlabuh kalau longsor hebat plus Lumpur,” tulisnya, mengingatkan potensi bahaya bagi warga Cianjur dan Sukabumi.
Senada dengan itu, akun suhandiahmad3 menyoroti pola berulang di mana kerusakan alam akibat ulah manusia sering kali tidak diakui saat bencana terjadi. Ia menekankan pentingnya pencegahan sejak dini.
“Jadi mari kita sama-sama menjaga hutan dan menjaga alam untuk kita semua,” tulisnya dalam kolom komentar, mengajak publik untuk menolak perusakan hutan demi mencegah bencana di masa depan.
Desakan moral juga datang dari akun drismatulloh91, yang mengingatkan pemerintah bahwa keselamatan nyawa tidak bisa dinilai dengan materi.
“ULAH nungguan bencana datang!!!! nyawa moal bisa diganti kuduit,” tegasnya, yang berarti jangan menunggu bencana datang karena nyawa tidak bisa diganti dengan uang.
Ratusan massa Datangi Pendopo Cianjur
Aspirasi di dunia maya ini sejalan dengan gerakan ratusan warga yang sebelumnya mendatangi Pendopo Kabupaten Cianjur, Rabu (10/12/2025). Kedatangan massa tersebut bertujuan mendesak ketegasan pemerintah daerah.
Deden Patra, perwakilan dari masyarakat penolak proyek, menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk penagihan janji politik yang dibuat oleh Bupati Cianjur pada masa kampanye.
“Jadi gini, kita turun ke sini (Pendopo Cianjur) itu ada sebab akibat, dulu pak Bupati Cianjur sudah menyatakan penolakan Geothermal dengan wisata alam nya itu pada saat masa kampanye,” ujar Deden kepada awak media.
Baca Juga: Tingkatkan Literasi Energi, EBTKE Edukasi Masyarakat Cianjur Soal Proyek Geothermal
Menurut Deden, penolakan ini bersifat mutlak. Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Gede, warga Cianjur secara umum, hingga pemerhati lingkungan, telah satu suara. Senada dengan kekhawatiran warganet, massa aksi juga menyimpan kekhawatiran serius terkait potensi risiko bencana di kawasan yang dikenal sebagai zona rawan tersebut.
“Khawatir ada gempa. Dua atau tiga tahun ke depannya masyarakat Cianjur khawatir adanya bencana lagi,” tutur Deden.
Massa aksi memastikan gerakan ini tidak akan berhenti di tingkat kabupaten. Deden memberikan ultimatum keras jika tuntutan mereka tidak dipenuhi hari ini.
“Apabila tidak ada penandatanganan oleh pak bupati, kita akan lanjut ke provinsi,” tegasnya.
Respons Pemkab Cianjur
Menanggapi isu penolakan dan kekhawatiran publik tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur akhirnya buka suara.
Pemkab menegaskan komitmennya untuk tetap memprioritaskan kelestarian lingkungan dan kepentingan masyarakat di atas segalanya.
Bupati Cianjur, Mohammad Wahyu Ferdian, memang tidak melontarkan pernyataan dukungan atau penolakan secara eksplisit terhadap proyek tersebut.
Baca Juga: Warga Cianjur Gelar Aksi Tolak Proyek Geothermal di kawasan Gunung Gede Pangrango
Namun, ia menjamin bahwa setiap kebijakan yang diambil akan berpegang teguh pada prinsip kebaikan bersama dan pembangunan berkelanjutan.
“Untuk geothermal, kita Pemerintah akan bekerja sebaik-baiknya untuk lingkungan dan juga kebaikan masyarakat,” kata Bupati Cianjur Mohammad Wahyu Ferdian kepada wartawan, Minggu (14/12/2025).
Pernyataan ini disampaikan Wahyu sebagai respons atas aspirasi yang berkembang.
Menurutnya, pelaksanaan proyek energi skala besar seperti geothermal harus selalu diselaraskan dengan kebutuhan riil Kabupaten Cianjur tanpa mengorbankan aspek ekologis yang menjadi kekhawatiran utama warganet dan massa aksi.***
