CIANJURUPDATE.COM – Polemik mengenai janji insentif bagi guru ngaji di Kabupaten Cianjur memanas. Belum lama ini, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Ansor-Banser Cianjur, bersama para guru ngaji dan pimpinan pondok pesantren, melayangkan tudingan keras terhadap Bupati dan Wakil Bupati Cianjur yang dinilai ingkar janji.
Berdasarkan pernyataan sikap yang beredar, kelompok tersebut menuntut pertanggungjawaban atas janji kampanye pemberian insentif yang tak kunjung terealisasi. Mereka menuding kepala daerah telah “menipu rakyat” dan secara tegas menyerukan agar “mandat kepemimpinan segera dicabut.”
Menanggapi tuntutan tersebut, Tenaga Ahli Bupati Cianjur, Muhammad Herry Wirawan, angkat bicara. Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Cianjur sangat menghargai peran para guru ngaji sebagai penjaga nilai keislaman dan moral masyarakat.
Ia menegaskan bahwa perhatian terhadap mereka tetap menjadi komitmen bersama, dengan sejumlah langkah nyata yang kini terus dilakukan dan “tak hanya diukur oleh besaran uang.”
Herry kemudian meluruskan duduk perkara utama polemik tersebut. Ia menyatakan bahwa insentif guru ngaji bukan merupakan janji politik Bupati Cianjur saat ini, baik secara lisan maupun tertulis.
“Pemerintah daerah justru sedang menata ulang sistemnya agar lebih tepat sasaran, transparan, dan sesuai dengan ketentuan,” ujar Herry kepada Cianjur Update.
Herry menjelaskan bahwa janji tersebut sebenarnya lahir di masa kepemimpinan sebelumnya. Meski begitu, ia mengklaim bahwa pemerintah saat ini tidak lepas tangan.
Baca Juga: Insentif RT/RW dan Guru Ngaji Dipakai Judi Online, Dana Desa Puncakbaru Cidaun Hilang Entah Kemana
Dia memaparkan bahwa “kini beberapa guru ngaji sudah mulai menerima insentif secara bertahap” sebagai bagian dari evaluasi dan penyempurnaan kebijakan. Herry menambahkan bahwa prinsip perhatian ini tidak membedakan siapa pendukung atau bukan.
Tenaga Ahli Bupati itu menegaskan bahwa yang dicari pemerintah bukanlah sekadar seremonial pembagian, melainkan keberlanjutan manfaat yang nyata.
“Karena sejatinya, memuliakan guru ngaji bukan soal siapa yang menjanjikan atau menagih, melainkan soal siapa yang sungguh-sungguh menjaga niat baik itu agar tetap berjalan dengan cara yang benar, adil, dan bermartabat,” pungkasnya.***
