CIANJURUPDATE.COM – Di tengah meningkatnya kasus keracunan massal yang menimpa siswa akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG), Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, angkat bicara (25/09).
Ia menegaskan akan melakukan evaluasi total terhadap seluruh penyelenggara program dan tidak akan segan mengganti vendor yang terbukti tidak kompeten.
Pernyataan tegas ini disampaikan sebagai respons atas sejumlah insiden yang terjadi di berbagai daerah di Jawa Barat, di mana puluhan hingga ratusan siswa harus dilarikan ke fasilitas kesehatan setelah menyantap makanan dari program tersebut.
Baca Juga: Dinkes Cianjur Sebut, Hasil Lab Dugaan Keracunan MBG di Cugenang Masih Proses Pemeriksaan
Gubernur Dedi Mulyadi menyatakan akan segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.
“Iya, jadi begini, yang pertama, saya dalam minggu depan ingin bertemu dengan pengelola MBG wilayah Jabar,” ujar Dedi Mulyadi saat memberikan keterangan kepada wartawan, Kamis (25/9/2025).
Menurutnya, akar masalah dari insiden yang terus berulang ini adalah ketidakseimbangan fundamental dalam sistem distribusi dan pelayanan.
“Keracunan itu, itu lebih disebabkan karena jumlah layanannya tidak seimbang dengan jumlah pelayannya. Begini, misalnya yang dilayaninya sekian ribu orang, kemudian jumlah yang melayaninya hanya sedikit, ditambah lagi jarak yang ditempuh jauh,” jelasnya.
Baca Juga: Polisi Terus Dalami Penyebab Dugaan Keracunan MBG Siswa di Cugenang: Diduga Bisa Dari Nasi Goreng
Selain masalah kapasitas dan jarak, Dedi juga menyoroti manajemen waktu dalam penyiapan makanan yang berisiko tinggi. Ia memberikan contoh spesifik mengenai jeda waktu yang terlalu lama antara proses memasak dan penyajian, yang dapat menyebabkan berkembangnya bakteri pada makanan.
“Kemudian, ditambah lagi juga ingin memberikan layanan secara sekaligus. Misalnya gini, masaknya jam 1 malam atau masaknya jam 12 malam, disajikannya jam 12 siang. Kan jarak waktunya lama. Nah, itu kan perlu dievaluasi,” paparnya.
Atas dasar temuan awal tersebut, Dedi menegaskan bahwa evaluasi akan berujung pada konsekuensi serius bagi penyelenggara yang tidak memenuhi standar.
“Nah, kalau sudah dievaluasi, itu berarti penyelenggara kegiatannya tidak mampu. Kalau penyelenggara kegiatan tidak mampu atau vendor yang melaksanakan kegiatan layanan tidak punya kemampuan, ya evaluasi dan ganti pada yang lebih mampu,” tegasnya.
Meskipun hingga saat ini belum ada laporan korban jiwa, Dedi Mulyadi menekankan bahwa dampak keracunan ini tidak bisa dianggap remeh, terutama dari sisi psikologis anak-anak.
“Sampai hari ini tidak (ada yang meninggal), tetapi kan walaupun tidak meninggal, tetap kan itu menimbulkan trauma. Traumanya adalah anak yang harusnya mendapatkan asupan gizi, itu kan menjadi keracunan, kan menjadi trauma. Traumanya nanti mereka tidak mau makan lagi terhadap makanan yang disajikan,” katanya.
Ia menyimpulkan bahwa evaluasi menyeluruh adalah satu-satunya jalan untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan keamanan siswa. “Sedangkan makanan yang disajikan itu kan tiap hari dilakukan. Ini yang disebut dengan diperlukannya evaluasi terhadap penyelenggara kegiatan,” pungkasnya.