CIANJURUPDATE.COM – Gerakan Santri Bersatu (Gasibu) Kabupaten Cianjur mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur untuk bersama-sama mengembalikan fitrah Cianjur sebagai Kota Tatar Santri.
Desakan ini muncul pasca digelarnya sebuah pentas seni di kawasan Alun-alun Cianjur, tepat di depan Masjid Agung, yang menuai kontroversi di kalangan santri dan ulama.
Ketua Gasibu, Fawaid Abdul Qudus atau yang akrab disapa Aa Fawa, menilai kegiatan tersebut tidak mencerminkan nilai-nilai budaya dan etika Cianjur yang selama ini dikenal religius.
BACA JUGA: Mohammad Wahyu Kenalkan Cianjur Istimewa Sebagai Visi Baru Dalam Membangun Kota Santri
Menurutnya, Cianjur memiliki identitas kuat sebagai kota yang berakar pada tradisi keislaman, sehingga setiap kegiatan publik, apalagi yang digelar di ruang ikonik seperti Alun-alun dan Masjid Agung, harus selaras dengan karakter tersebut.
“Jelas itu melukai kami, karena tidak mencerminkan budaya dan nilai etik Kabupaten Cianjur yang dikenal agamis dan Kota Santri. Kami ingin pemerintah daerah bersama-sama menjaga dan mengembalikan fitrah Cianjur sebagai Tatar Santri,” ujar Aa Fawa.
Pasca kejadian tersebut, sejumlah pihak melakukan Audiensi bersama Bupati. Gasibu bersama perwakilan santri dan ulama telah melakukan audiensi dengan Bupati Cianjur, Mohammad Wahyu Ferdian, untuk menyampaikan keberatan sekaligus masukan terkait tata kelola Alun-alun.
BACA JUGA: Pemkab Cianjur Masih Kekurangan 4.600 Tenaga Pendidik, Pendidikan Kota Santri Belum Optimal?
Mereka meminta agar Pemkab memperketat pengawasan dan memastikan kegiatan di ruang publik strategis tersebut memiliki asas kemanfaatan yang jelas baik secara sosial, budaya, maupun pendidikan.
Termasuk diantaranya bahasan poin audensi GASIBU ( Gerakan Santri Bersatu ) bersama Bupati adalah akan didigelarnya acara *ISTIGHOTSAH AKBAR* hari Sabtu malam Minggu 6 September 2025 sekarang, bersama santri dan masyarakat Cianjur, untuk mendoakan dan berikhtiar mewujudkan kesolehan sosial masyarakat Kabupaten Cianjur, serta mendorong pelaksanaan Pemerintahan Kabupaten Cianjur yang baik dan bersih.
“Kami mendorong penyusunan Perda Cianjur anti maksiat untuk menjadi benteng regulasi yang legal dalam menjaga MARWAH Cianjur sebagai Tatar Santri warisan dari para leluhur, dan mendoakan keamanan bangsa dan tanah air,” kata Aa Fawa.
BACA JUGA: AA FAWA Sosok Alternatif Pemimpin Harapan Pilkada Cianjur, Begini Visi Misinya
Sementara itu, Bupati Wahyu mengakui bahwa kegiatan pentas seni yang menampilkan musik DJ tersebut tidak sesuai dengan izin awal yang diajukan penyelenggara.
Ia berjanji akan melakukan evaluasi menyeluruh dan membenahi sistem perizinan agar kejadian serupa tidak terulang.
“Alun-alun Cianjur seharusnya digunakan untuk kegiatan yang bersifat kebudayaan dan sesuai dengan nilai-nilai daerah. Ke depan, pengawasan akan kami perketat,” tegas Wahyu.
BACA JUGA: Guru Ngaji Haurwangi Ditangkap, Dituduh Aniaya Santri
Cianjur dan Identitas Kota Santri
Cianjur dikenal sebagai Kota Santri karena sejak ratusan tahun lalu menjadi pusat pendidikan agama Islam, dengan tradisi mengaji (ngaos) yang kuat dan keberadaan pesantren-pesantren besar.
Masjid Agung Cianjur sendiri merupakan ikon religius yang telah mengalami beberapa kali renovasi, namun tetap mempertahankan ciri khas arsitektur aslinya.
Gasibu berharap momentum ini menjadi titik balik bagi Pemkab dan masyarakat untuk memperkuat kembali identitas Cianjur sebagai kota yang menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman, sekaligus menjaga kehormatan ruang publik yang menjadi simbol daerah.***
#JagaINDONESIA
#JagaMARWAHTatarSantri