CIANJURUPDATE.COM — Kasus dugaan keracunan Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa 16 siswa Sekolah Raudhatul Mutaqqin, Kecamatan Gekbrong, pada Kamis (9/10/2025) lalu, masih dalam tahap penyelidikan.
Hingga kini, hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan dan bahan dari SPPG Cahaya Adede Lestari Songgom Gekbrong belum keluar.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, dr. I Made Setiawan mengatakan, hasil uji laboratorium biasanya memerlukan waktu sekitar 5 hingga 10 hari.
BACA JUGA: Imbas Dugaan Keracunan, Dapur Program MBG di Gekbrong Ditutup Sementara
“Yang kemarin belum keluar, biasanya memang butuh waktu 5 sampai 10 hari. Prosesnya memerlukan pembiakan untuk memastikan sumber kontaminasi,” ujarnya kepada Cianjur Update, Jumat (17/10/25).
Terkait keberadaan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Cianjur, dr I Made menyampaikan bahwa pemerintah daerah terus mempercepat proses Sertifikasi Laik Higiene Sanitasi (SLHS) sesuai arahan Sekda dan pihak provinsi pada saat Rapat beberapa waktu lalu.
“Sekarang sedang berproses semua. Kalau sebelumnya baru tiga yang memiliki SLHS, kini sudah empat yang selesai, dan empat sudah selesai pemberkasan tinggal nanti kita lihat lagi,” kata dia.
BACA JUGA: Dinkes Cianjur Usut Tuntas Dugaan Keracunan MBG, Sampel Muntahan Siswa Turut Diperiksa
Diputuskan pula, lanjut dia, bahwa ada 8 SPPG yang dinyatakan layak. Pihaknya menargetkan sampai akhir Oktober bisa bertambah. Sebab, ada 58 SPPG lagi yang sedang mengirim sampel.
“Pak Sekda juga berpesan agar tidak ada istilah minggu atau libur, semua harus dikerjakan untuk percepatan ini,” tambahnya.
Menanggapi penutupan sementara SPPG Cahaya Adede Lestari di Gekbrong, dr I Made menegaskan bahwa kewenangan tersebut berada di tangan Badan Gizi Nasional (BGN).
BACA JUGA: Diduga Keracunan MBG, 16 Siswa SD dan SMP Raudhatul Mutaqqin Dilarikan ke Puskesmas
“Penutupan itu kewenangan BGN (Badan Gizi Nasional). Kalau ada kasus menonjol seperti keracunan, bisa langsung ditutup. Untuk pembukaan kembali, harus menunggu hasil investigasi dan rekomendasi dari laboratorium,” jelasnya.
Ia juga memastikan, apabila hasil laboratorium telah keluar dan ditemukan sumber penyebab keracunan, pihak pengelola SPPG dapat mengajukan pembukaan kembali dengan komitmen perbaikan.
“Misalnya sumber air terbukti mengandung E. coli, lalu mereka berkomitmen mengganti atau memperbaiki sumber airnya, dan hasil pemeriksaan berikutnya sudah baik, maka bisa direkomendasikan beroperasi kembali. Tapi izin pembukaannya tetap dari BGN,” ujar dia.
BACA JUGA: Bupati Wahyu Stop Dua SPPG di Cianjur, Seluruh Dapur MBG Wajib Miliki Sertifikat
Terakhir, ia mengimbau agar pengelola SPPG aktif mengurus kelengkapan perizinan dan berkoordinasi dengan puskesmas setempat.
“Kami sudah instruksikan puskesmas untuk turun langsung ke lapangan. Pengelola SPPG juga harus aktif memastikan kelengkapan perizinan mereka. Keduanya harus bersinergi agar kasus serupa tidak terulang,” pungkasnya.
Editor: Afsal Muhammad