Memperkuat Ketahanan Pangan Indonesia dengan Pengembangan dan Konsumsi Bahan Lokal
Oleh: Muhammad Syah Jehan, mahasiswa Program Studi Agribisnis di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dalam mengembangkan pangan lokal, UU No 18 tahun 2012 pasal 12 ayat 2 dan 3, menyatakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di daerah dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah dengan menetapkan jenis pangan lokalnya. Hasan (2014) mengidentifikasi beberapa jenis bahan pangan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pengolahan tepung diantaranya adalah ubi alabio, waluh, talas, jagung, sagu dan sukun.
Baca Juga: Cianjur Siap Jadi Pusat Wisata dan Pangan, Punya Potensi yang Luar Biasa
Potensi sagu Indonesia sangat besar mencakup sekitar 60 persen luas sagu dunia. Produktivitas pati dapat mencapai 25 ton/ha/tahun dan tertinggi diantara tanaman penghasil pati lainnya. Pada tahun 2021 produksi sagu mencapai 367.132 ton namun konsumsinya hanya 0,4-0,5 kg/kapita/tahun. Hasil penelitian Direktorat Gizi Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa kandungan aci sagu per 100 gram bahan yang dapat dimakan mengandung 85,90% karbohidrat, 357 kal kalori, 15 mg kalsium, 1,40 gram protein, dan 1,40 gram zat besi. Produksi sagu terbesar berasal dari Provinsi Riau disusul Papua. Di beberapa daerah, sagu merupakan bahan pangan pokok yang memberikan efek kenyang seperti nasi.
Sagu dapat diolah menjadi panganan tradisional, tepung sagu dan turunannya seperti tepung sagu termodifikasi dan mi sagu, serta pati sagu dan turunannya seperti edible film, makanan pendamping ASI, dan sohun. Sedangkan untuk kebutuhan non-pangan, sagu dapat dimanfaatkan menjadi bioethanol dan Protein Sel Tunggal (Tirta, Indrianti, and Ekafitri 2013). Untuk bahan makanan pokok tepung sagu diolah menjadi berbagai bahan pangan khas seperti sagu rendang dan sempolet (Riau), papeda (Papua, Maluku), sagu kering (Jawa).